Apakah Anda termasuk orang yang suka
bercanda? Ataukah Anda adalah orang yang sangat serius dan tidak suka bercanda?
Apakah Anda termasuk orang yang banyak tertawa? Ataukah Anda termasuk orang
yang tidak sering tertawa?
Manusia diciptakan oleh Allah dengan
berbagai watak dan perilaku. Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya orang yang
memiliki watak demikian. Karena tertawa adalah fitrah manusia, yang tidak
diberikan kepada hewan. Apakah pembaca pernah mendapatkan hewan yang tertawa?
Jujur saja penulis sendiri belum pernah mendapatkannya. Mungkin, kalau pun ada
itu hanya terjadi pada momen-momen tertentu dan sangat jarang sekali.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah memberikan beberapa nasihat kepada Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu, di antara nasihat tersebut adalah perkataan beliau:
(( وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ, فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ.))
“Janganlah banyak tertawa!
Sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati.”1
Apakah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah tertawa? Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah tertawa. Banyak hadits yang menunjukkan hal
tersebut, di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
‘anhu dalam haditsqudsi yang panjang, Allah ta’ala berkata
kepada anak adam:
(( يَا ابْنَ آدَمَ مَا يَصْرِينِى مِنْكَ, أَيُرْضِيْكَ أَنْ أُعْطِيَكَ
الدُّنْيَا وَمِثْلَهَا مَعَهَا؟))
“Wahai anak adam! Saya tidak akan
menghalangi apa yang engkau inginkan. Apakah engkau ridha jika saya berikan
kepada engkau dunia dan ditambah dengan yang semisalnya? “
Anak Adam itu pun berkata:
(( يَا رَبِّ أَتَسْتَهْزِئُ مِنِّيْ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ؟))
“Wahai Rabb-ku! Apakah Engkau
mengejekku, sedangkan Engkau adalah Rabb alam semesta?”
Kemudian Ibnu Mas’ud pun tertawa dan
berkata, “Mengapa kalian tidak bertanya kepadaku, mengapa aku tertawa?”
Murid-murid Ibnu Mas’ud pun bertanya, “Mengapa engkau tertawa?” Beliau
menjawab, “Seperti inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tertawa. Para sahabat pun bertanya kepada Rasulullah, ‘Mengapa engkau tertawa,
ya Rasulullah?’ Beliau pun menjawab:
(( مِنْ ضِحْكِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ حِيْنَ قَالَ أَتَسْتَهْزِئُ مِنِّيْ وَأَنْتَ رَبُّ
الْعَالَمِيْنَ؟ فَيَقُوْلُ إِنِّيْ لاَ أَسْتَهْزِئُ مِنْكَ وَلَكِنِّيْ عَلَى
مَا أَشَاءُ قَادِرٌ.))
‘Karena tawanya Rabb alam semesta
ketika dia (anak adam) berkata: Apakah Engkau mengejekku sedangkan Engkau
adalah Rabb alam semesta?’ Kemudian Allah berkata, ‘Sesungguhnya Aku tidak
mengejekmu, tetapi semua yang Aku inginkan Aku mampu.’.”2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada hadits di atas melarang seseorang untuk banyak tertawa
dan bukan melarang seseorang untuk tertawa. Tertawa yang banyak dan
berlebih-lebihanlah yang mengandung celaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga pernah bercanda. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu, para sahabat pernah berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
( يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا )
“Ya Rasulullah! Sesungguhnya
engkau sering mencandai kami.”
Beliau pun berkata:
(( إِنِّيْ لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا.))
“Sesungguhnya saya tidaklah
berkata kecuali yang haq (benar).”3
Di antara canda-canda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tercantum pada dua hadits berikut:
Hadits 1
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ: ( يَا رَسُوْلَ اللَّهِ احْمِلْنِى.) قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-: (( إِنَّا حَامِلُوكَ عَلَى وَلَدِ نَاقَةٍ
)). قَالَ: (وَمَا أَصْنَعُ بِوَلَدِ النَّاقَةِ؟) فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-: (( وَهَلْ تَلِدُ الإِبِلَ إِلاَّ النُّوقُ.))
Diriwayatkan dari Anas radhiallahu
‘anhu bahwasanya seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia pun berkata, “Ya Rasulullah! Angkatlah saya (ke atas onta)!” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Sesungguhnya kami akan mengangkatmu ke
atas anak onta.” Lelaki itu pun berkata, “Apa yang saya lakukan dengan seekor
anak onta?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankan
onta-onta perempuan melahirkan onta-onta?”4
Beliau mencandai orang tersebut
dengan menyebut ontanya dengan anak onta. Orang tersebut memahami perkataan
beliau sesuai zahirnya, tetapi bukankah semua onta yang ada adalah anak-anak
dari ibu onta?
Hadits 2
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: أَتَتْ عَجُوزٌ إِلَى النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-، فَقَالَتْ: (يَا رَسُولَ اللَّهِ،
ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ) فَقَالَ: ((يَا أُمَّ فُلاَنٍ،
إِنَّ الْجَنَّةَ لاَ تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ.)) قَالَ: فَوَلَّتْ تَبْكِي
فَقَالَ: (( أَخْبِرُوهَا
أَنَّهَا لاَ تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ : { إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً 0فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا 0عُرُبًا أَتْرَابًا } )).
Diriwayatkan dari Al-Hasan radhiallahu
‘anhu, dia berkata, “Seorang nenek tua mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Nenek itu pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Berdoalah kepada
Allah agar Dia memasukkanku ke dalam surga!’ Beliau pun mengatakan, ‘Wahai Ibu
si Anu! Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua.’ Nenek tua itu pun
pergi sambil menangis. Beliau pun mengatakan, ‘Kabarkanlah kepadanya
bahwasanya wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek
tua. Sesungguhnya Allah ta’ala mengatakan: (35) Sesungguhnya kami menciptakan
mereka (Bidadari-bidadari) dengan langsung. (36) Dan kami jadikan mereka gadis-gadis
perawan. (37) Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqi’ah)5
Jika kita perhatikan hadits-hadits
di atas, maka kita akan mendapatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bercanda pada beberapa keadaan tertentu, tetapi canda beliau tidak
mengandung kedustaan dan selalu benar.
Orang yang terlalu serius dan selalu
terlihat tegang dan kaku, kehidupannya akan terasa sangat penat dan suntuk.
Orang jenis ini seharusnya memasukkan canda di dalam hidupnya sehingga
terhindar dari pengaruh buruk tersebut.
Sebaliknya orang yang terlalu sering
bercanda, maka sebaiknya dia belajar untuk dapat melatih lisannya agar bisa
terbiasa diam dan hanya berbicara pada hal-hal yang bermanfaat saja.
Seorang penyair terkenal, Abul-Fath
Al-Busti6 rahimahullah pernah mengatakan:
أَفْدِ طَبْعَك الْمَكْدُودَ بِالْجِدِّ رَاحَةً يُجَمُّ وَعَلِّلْهُ
بِشَيْءٍ مِنْ الْمَزْحِ
وَلَكِنْ إذَا أَعْطَيْتَهُ الْمَزْحَ فَلْيَكُنْ بِمِقْدَارِ مَا
تُعْطِي الطَّعَامَ مِنْ الْمِلْحِ
Berikanlah istirahat pada tabiat
kerasmu yang serius
Dirilekskan dulu dan hiasilah dengan
sedikit canda
Tetapi jika engkau berikan canda
kepadanya, jadikanlah ia
Seperti kadar engkau memasukkan
garam pada makanan
Layaknya makanan, apabila tidak
diberi garam maka dia akan terasa hambar. Akan tetapi, jika terlalu banyak
diberikan garam, maka tidak akan enak untuk dimakan.
Sesuatu yang berlebih-lebihan,
kebanyakan akan membawa dampak buruk. Sama halnya dengan bercanda dan tertawa.
Apabila terlalu sering bercanda dan tertawa, maka akan mengakibatkan banyak keburukan.
Di antara keburukan-keburukan orang
yang sering bercanda dan tertawa adalah sebagai berikut:
- Hatinya menjadi mati, sebagaimana yang dikatakan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Jika hati seseorang mati, maka akan berakibat buruk baginya, di antaranya: Bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu kemaksiatan, tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan, tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allah, bertambahnya kecintaannya terhadap dunia dan mendahulukannya atas akhirat, tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah, bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya, tidak mengenal atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan munkar dll.7
- Menyibukkan diri sehingga tidak mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan tidak memiliki wibawa
Oleh karena itu Imam Al-Mawardi pernah mengatakan:
وَلَيْسَ لِمَنْ أَكْثَرَ مِنْهُ هَيْبَةٌ وَلَا وَقَارٌ، وَلَا لِمَنْ وُصِمَ بِهِ خَطَرٌ وَلَا مِقْدَارٌ.
…Adapun
tertawa, apabila seseorang membiasakannya dan terlalu banyak tertawa, maka hal
itu akan melalaikan dan melupakannya dari melihat hal-hal yang penting. Dan
orang yang banyak melakukannya, tidak akan memiliki wibawa dan kehormatan. Dan
orang yang terkenal dengan hal itu tidak akan memiliki kedudukan dan martabat.8
- Menimbulkan permusuhan secara tidak sengaja dan lain-lain.
Bercanda pun memiliki adab-adab.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita memperhatikan adab-adab tersebut. Di
antara adab-adab bercanda adalah sebagai berikut:
- Tidak boleh ada kedustaan di dalam canda tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
( وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.)
“Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.”9
Di zaman
sekarang ini, banyak orang yang bekerja sebagai pelawak. Kebanyakan mereka
tidak bisa menjaga lisannya dari kedustaan. Oleh karena itu, sebaiknya mereka
segera mencari pekerjaan lain yang benar-benar terhindar dari hal yang
diharamkan.
Begitu pula kepada para muballigh yang gemar membuat orang tertawa, sudah sepantasnya isi ceramahnya jangan mengada-ada, harus ilmiah dan memiliki rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Begitu pula kepada para muballigh yang gemar membuat orang tertawa, sudah sepantasnya isi ceramahnya jangan mengada-ada, harus ilmiah dan memiliki rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan.
- Tidak boleh ada unsur penghinaan atau pelecehan
terhadap agama Islam
{ وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66) }
“ (65) Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (66) Tidak usah kamu minta maaf, Karena kamu kafir sesudah beriman. jika kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS At-Taubah : 65-66)Di zaman sekarang ini, banyak orang yang suka mengejek ajaran agama Islam dan menjadikannya sebagai bahan lelucon. Sebagai contoh: penghinaan terhadap jenggot dan mengatakan orang yang memanjangkan jenggotnya seperti kambing, penghinaan terhadap jilbab dan mengatakan itu hanya pakaian orang gurun, penghinaan terhadap cadar dan mengatakan bahwa itu ciri-ciri teroris, penghinaan terhadap orang yang tidak isbal (mengenakan kain di bawah mata kaki) dan mengatakan bahwa orang itu kebanjiran dan lain-lain.
Berdasarkan
ayat di atas orang yang menghina ajaran Islam terancam untuk keluar dari
agama Islam, disadari maupun tidak. Oleh karena itu, jangan sampai kita
menganggap remeh permasalahan-permasalahan seperti ini.
- Tidak boleh ada unsur ghibah dan peremehan terhadap seseorang, suku atau bangsa tertentu
{
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ
يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11)
}
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi
yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS Al-Hujurat: 11)
- Tidak boleh mengambil barang orang lain, meskipun bercanda
((
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا.))
“Tidak
boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun
serius.”10
Meskipun
bercanda, mengambil barang teman dengan tujuan menyembunyikan dan membuat dia
bingung, hal tersebut tidak diperkenankan di dalam agama Islam.
- Tidak boleh menakut-nakuti orang lain.
((
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا.))
“Tidak
halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.”11
- Tidak boleh menghabiskan waktu hanya untuk bercanda
((
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ.))
“Di antara
tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia meninggalkan yang tidak bermanfaat
baginya.”12
- Tidak boleh berbicara atau melakukan hal-hal yang melanggar syariat, seperti: menyebutkan ciri-ciri wanita yang tidak halal baginya kepada orang lain, menipu, melaknat dll.
Demikianlah beberapa penjelasan
tentang canda dan tawa yang tercela dan yang diperbolehkan. Mudah-mudahan kita
semua dapat mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.
Daftar Pustaka
- Adabud-Dunya wad-Din. ‘Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi. Tahqiq: Muhammad Karim Rajih. Dar Iqra’.
- Al-Bidayah wan-Nihayah. Abul-Fida’ Isma’il bin’Umar bin Katsir. Tahqiq: ‘Ali Syairi. Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi.
- Dzammu Qaswatil-Qalb. Al-Hâfidzh Ibnu Rajab Al-Hanbali dan Muqaddimah muhaqqiq-nya, Abu Maryam Thâriq bin ‘Âtif hijâzi. Dâr Ibni Rajab.
- Dzammul-Hawa. ‘Abdurrahmân bin Abil-Hasan Al-Jauzi. Tahqiq : Mushthafa ‘Abdul-Wahid.
- Al-Maraah fil-mizaah. Abul-Barakaat Badruddin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazi. Tahqiq: Bassam bin ‘Abdil-Wahhab Al-Jabi. Dar Ibni Hazm.
- Walaa tuktsiridh-dhahik, fainna katsratadh-dhahik tumitul-qalba. Dr. Badr bin ‘Abdil-Hamid. (http://www.saaid.net/Doat/hamesabadr/26.htm)
- Dan lain-lain, sebagian besar tercantum pada footnotes.
1.HR At-Tirmidzi no. 2305. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.”
(Shahih Sunan At-Tirmidzi.)
2. HR Muslim no. 310.
3. HR At-Tirmidzi no. 1990. Syaikh Al-Albani
berkata, “Shahih.” (Ash-Shahihah IV/304).
4. HR Abu Dawud no. 5000 dan At-Tirmidzi no. 1991.
Syaikh Al-Albani berkata, “Shahih.” (Shahih Sunan Abi Dawud dan Shahih
Sunan At-Tirimidzi).
5. HR At-Tirmidzi dalam Syamaa-il-Muhammadiyah
no. 240. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Mukhtashar Syamaa-il dan Ash-Shahiihah
no. 2987).
6. Adabud-Dunya wad-Din hal. 319 dan Al-Bidayah
wan-Nihayah (XI/316)
7. Lihat: Hinanya Hati Yang Keras. Said
Yai. Majalah As-Sunnah.
8. Adabud-Dunya wad-Din hal.321.
9. HR Abu Dawud no. 4990. Syaikh Al-Albani
berkata, “Hasan.” (Shahih Targhib wat-Tarhiib no. 2944).
10. HR Abu Dawud no. 5003. Syaikh Al-Albani
berkata, “Hasan.” (Shahih Sunan Abi Dawud)
11. HR Abu Dawud no. 5004, . Syaikh Al-Albani
berkata, “Shahih.” (Shahih Sunan Abi Dawud)
12. HR At-Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no.
3976.