Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Mengenal Taubat Lebih Dekat

http://detikislam.com/wp-content/uploads/2012/07/ibadah-590x260.jpg


Banyak orang beranggapan bahwa taubat adalah ibadah yang khusus untuk orang-orang yang berbuat banyak dosa. Sedangkan orang-orang yang menjalankan kewajiban dan meninggalkan semua larangan tidak harus dan tidak butuh bertaubat.


Ini adalah anggapan yang keliru. Setiap mukmin dituntut untuk memperbanyak taubat dan istighfar kepada Allah Ta’ala. Bahkan semakin seseorang mengenal Rabb nya, maka semakin banyak pula taubat dan istighfarnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling bertakwa, paling zuhud dan wara’, paling mulia akhlaknya. Ditambah lagi beliau adalah seorang yang ma’shum. Namun walaupun demikian, beliau merupakan orang yang paling banyak bertaubat dan beristighfar.

Beliau bersabda:


والله إنى لأستغفر الله وأتوب إليه فى اليوم أكثر من سبعين مرة

“Demi Allah sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadaNya dalam satu hari lebih dari 70 kali.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, No. 6307)
Lalu mengapa kita harus bertaubat?

Seorang ulama berkata, “Aku berdo’a kepada Allah selama 30 tahun agar Dia menganugerahiku taubat yang benar. Lalu aku terheran-heran dalam hatiku sambil berkata, “Sesuatu yang telah kupinta selama 30 tahun, namun belum kunjung datang jua.” Kemudian aku bermimpi bertemu dengan seseorang, lalu dia berkata, “Kenapa engkau terheran-heran karenanya? Tahukah engkau apa yang sedang engkau minta kepada Allah? Sesungguhnya engkau sedang meminta agar Allah mencintaimu! Bukankah engkau pernah mendengar firman Allah Ta’ala:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang suka bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

(Lihat Ghidzaa’ -l Albaab, Al-Imam As-Saffaariini, 2/590)

Penyesalan adalah taubat

Taubat bukan hanya menyesal terhadap perbuatan maksiat yang telah ia lakukan. Akan tetapi lebih luas dari itu, menyesal terhadap perbuatan taat yang luput darinya, menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan berbuat kebajikan pun termasuk kategori taubat. Seseorang yang tidak pernah shalat sunnah dan puasa sunnah -misalnya-, lalu dia menyesal betapa banyak pahala yang ia sia-siakan dan berjanji akan melaksanakannya, ini juga disebut dengan taubat.
Uhud, saksi penyesalan Anas

Dia adalah Anas bin An-Nadhr radhiyallaahu ‘anhu. Paman Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. Beliau termasuk salah seorang sahabat yang tidak ikut serta dalam perang Badr. Sepengetahuan mereka -para sahabat yang berada di Madinah- bahwa Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar Madinah bukan untuk berperang pada waktu itu. Tapi untuk mencegat kafilah dagang kaum Quraisy yang datang dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan. Maka tidak semua sahabat ikut serta. Dan kebanyakan mereka tidak mengetahui kalau di Badr itu akan terjadi peperangan yang dahsyat. Yang jelas, Anas bin An-Nadhr radhiyallaahu ‘anhu sangat menyesal dan terpukul sekali tidak ikut serta dalam perang bersejarah itu. Kemudian Anas bin An-Nadhr radhiyallaahu ‘anhu berkata kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullaah, aku tidak hadir dalam peperangan pertama melawan kaum musyrikin. Demi Allah, jika Allah memperkenankanku untuk ikut dalam peperangan melawan mereka, niscaya aku akan memperlihatkan pada-Nya apa yang akan ku perbuat.”

Ketika perang Uhud, pada saat kaum muslimin diserang balik oleh kaum musyrikin, Anas bin An-Nadhr radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Ya Allah, aku mohon ampun atas apa yang dilakukan sahabat-sahabatku (karena sebagian kaum muslimin ada yang mundur ke belakang kala itu -pen), dan aku berlepas diri dari apa yang dilakukan orang-orang musyrik.” Lalu ia pun maju dengan gagah berani berpapasan dengan Sa’ad bin Mu’adz radhiyallaahu ‘anhu, sambil berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad bin Mu’adz! Surga… Demi Rabb Ka’bah, sungguh aku mencium bau surga di balik gunung Uhud.” Sa’ad berkata menceritakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Aku tidak mampu melakukan apa yang ia lakukan, wahai Rasulullah!”

Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu -perawi yang menceritakan kisah ini- berkata, “Kami menemukan jenazahnya (Anas bin An-Nadhr -pen) penuh dengan luka lebih dari 80 bekas baik itu sayatan pedang, tusukan tombak, dan lemparan panah. Kaum musyrikin telah mencabik-cabik tubuhnya. Tidak ada yang mengenali tubuhnya kecuali saudarinya yang mengenalinya lewat jari-jemarinya.” (Lihat Shahih Al-Bukhari hadits no. 4048 dan Shahih Muslim hadits no. 1903)

Allah Ta’ala berfirman:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Dan di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.” (QS. Al-Ahzab: 23).

Inilah bukti kesungguhan penyesalannya. Cukuplah gunung Uhud menjadi saksi atas hal itu.
Tanyakan pada dirimu

Sudahkah engkau bertaubat? Berapa kalikah hari ini engkau bertaubat? Menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan meraup pahala dengan melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan? Lebih-lebih di bulan Ramadhan mendatang. Sudah berapa kali Ramadhan menemuimu, adakah di sana peningkatan iman, ilmu dan amal? Ramadhan tahun ini akan kah sama seperti tahun-tahun yang lalu?
  •  Menyesallah… sebelum penyesalan itu tak berguna.
  •  Bertaubatlah… selama pintu taubat masih terbuka.
  •   Bangkitlah… untuk menyusul saudaramu di surga.
Duhai hati yang lalai… lisan yang kering… dari memohon ampun dan bertaubat kepada Allah Jalla wa ‘Alaa… belum kah tiba waktunya melakukan pembenahan?! Kalau bukan sekarang kapan lagi? Apakah engkau menjamin kalau esok hari dirimu masih melihat sinar matahari pagi? Bukankah Ramadhan yang lalu engkau masih melihat temanmu si Fulan shalat tarawih di masjid bersamamu, lalu keesokan harinya engkau mengusungnya ke kuburan? Siapa sangka kalau Ramadhan kali ini giliranmu? Allaahul Musta’aan.